08 Februari 2021

Kesehatan Mental di Tengah Pandemi

Setahun sudah pandemi Covid-19 ini ada di dunia. Memengaruhi semua kalangan masyarakat tanpa melihat latar belakang agama, suku, strata sosial, pendidikan dan lainnya. Semua orang bisa saja terkena virus yang sudah merenggut nyawa banyak manusia ini.

Semenjak adanya Covid-19, semua orang jadi lebih aware terhadap kesehatan dirinya. Khususnya di Indonesia, di bulan-bulan awal itu orang-orang banyak sekali yang kemudian konsumsi produk herbal atau empon-empon. Saya yang sebelumnya juga sudah jualan minuman herbal berbahan rempah-rempah, waktu itu sempat kebanjiran order.

Tapi, sayangnya itu hanya berlangsung beberapa bulan saja, setelah itu surut lagi. Ya begitulah tipe masyarakat kita, kalau ada sesuatu yang heboh, ikut-ikutan heboh. Tapi tidak bisa konsisten. Mungkin waktu itu karena belum ada obat Covid, sehingga bahwa empon-empon memang bisa digunakan untuk mencegah Covid. Tapi setelah bermunculan obat dan suplemen untuk Covid, akhirnya empon-empon ditinggalkan.

Di sini bisa kita lihat, kalau sebenarnya masyarakat belum sadar akan khasiat dari empon-empon. Padahal produk herbal itu justru yang paling aman dikonsumsi terutama untuk dalam jangka panjang.

Kemudian setelah itu ada tren bersepeda. Wih, di berbagai kota kemudian banyak masyarakat yang tiba-tiba suka bersepeda, pagi maupun sore. Bagus sih itu. Tapi ya seperti biasa, setelah berjalan beberapa bulan, jalanan sepi pesepeda lagi dan hanya segelintir orang yang bertahan.

Terlepas apapun yang dilakukan masyarakat, yang jelas pandemi ini mengubah orang dalam menjaga kesehatannya. Tapi menurut saya, ada hal terlupa dari yang masyarakat lakukan. Mereka sibuk menjaga fisik, tetapi lupa untuk menjaga kesehatan mental.

Kesehatan Mental


Kesehatan Mental Memengaruhi Fisik

Banyak orang yang terlalu fokus pada yang terlihat. Seperti program 3M, Menjaga Jarak, Memakai Masker, dan Menghindari Kerumunan. Ya meskipun menurut saya program ini tidak work di masyarakat kita yang notabene masyarakat komunal.

Menjaga kesehatan fisik memang bagus, tetapi jangan sampai kita lupa untuk menjaga kesehatan mental. Karena kesehatan mental itu dapat memengaruhi kesehatan fisik. Ini bukannya saya sok tahu, tetapi ini sudah banyak dibahas di berbagai jurnal maupun penelitian.

Di tahun 2012, Meta Analisis Universitas Harvard, memberikan kesimpulan jika orang yang memiliki rasa optimisme, rasa bahagia dalam dirinya, maka itu akan berdampak pada kesehatan jantungnya dan bisa menekan laju perkembangan penyakit yang ada dalam dirinya. Tapi ini terlepas dari faktor usia, status merokok, maupun kondisi fisik lainnya seperti berat badan.

Salah satu peneliti dari Hardvard School of Public Health's Departement of Society, Boehm, memberikan pernyataan kalau seseorang yang paling optimis itu akan memiliki risiko 50 persen lebih rendah untuk mengidap penyakit kardiovaskular, dibanding dengan orang-orang yang kurang optimis.

Kemudian menurut American Psychological Association (APA) yang paling umum adalah ketika seseorang mengalami stres, biasanya akan mengalami sakit perut (asam lambung naik). Jika sampai stres kronis, maka akan berdampak pada penurunan daya tahan tubuh dari waktu ke waktu.

Sedangkan dari perspektif Al Qur'an dan Hadits, kita sebagai muslim juga wajib untuk menjaga jiwa. Dilansir dari Journal An-nafs : Kajian dan Penelitian Psikologi "Menjaga Kesehatan Mental Perspektif Al-Qu'an dan Hadits"- Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Pacitan, di dalam Al Qur'an memperkenalkan istilah jiwa yang tenang dengan an-nafsu al-muthmainnah, sedangkan di Al-Hadits menyebut kata al-fithrah. Keduanya ini merupakan syarat bagi kesehatan mental yang harus dimiliki seorang muslim.

Tentunya agar bisa memiliki jiwa yang tenang harus berdasarkan fitrah yang sudah diberikan Allah, yaitu Akidah Tauhid.

Fitrah ini perlu dijaga dan membuatnya lebih baik, dan cara menjaganya adalah dengan melakukan sesuatu yang sesuai dengan syariat agama yang sudah diturunkan oleh Allah SWT.

Sejak awal Islam sudah mengajak manusia untuk beriman dan mentauhidkan Allah. Tujuannya tak lain dan tak bukan agar kita sebagai manusia bisa terbebas dari etika maupun tradisi jahiliyah yang masuk ke pikiran kita melalui kebodohan dan khurafat. Sehingga jika ini sudah melekat di diri kita, maka tidak ada lagi kekhawatiran akan hal-hal yang membuat kita cemas dan takut. Misalnya takut mati, takut miskin, takut terkena musibah, takut ke sesama manusia, bahkan takut pada suatu penyakit. Sehingga kita akan merasakan keamanan jiwa dan tidak merasa takut dengan apapun kecuali Allah SWT.

Hal ini sebagaimana firman Allah: "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk." (QS. Al-An‟aam: 82).

Jadi secara tidak kita sadari, kesehatan mental itu dampaknya sangat luas terhadap diri kita secara umum, baik dari sisi rohani maupun jasmani. Bahkan pengaruhnya bisa sampai ke kehidupan kita sehari-hari.

Pandemi Mengubah Kesehatan Mental Manusia

Kita mungkin tidak sadar, kalau pandemi yang sudah setahun ini telah mengubah kesehatan mental sebagian besar manusia. Apalagi ditambah pemberitaan tentang Covid-19 di berbagai media, dan pemberitaan ini bukanlah berita yang bagus, melainkan berita tentang bertambahnya kasus Covid-19, jumlah orang yang meninggal karena Covid-19 dan lain-lain.

Kita yang setiap hari dicekoki berita-berita seperti itu secara tidak langsung akan memengaruhi mental kita.

Seperti yang sudah disinggung di atas tadi, kalau diri kita tidak dibekali dengan iman dan akibah Tauhid yang lurus, maka apa yang kita hadapi sekarang ini akan terus menggerus pikiran kita. Bukan lagi rasa optimis, tetapi rasa pesimis yang terus tumbuh.

"Takut boleh, itu manusiawi, tetapi jangan parno. Karena itu sudah ketakutan yang tidak diimbangi lagi dengan akal dan pikiran yang sehat."

Rasa takut itu memang fitrahnya manusia, wajar. Tetapi jangan sampai berlebihan. Kita itu kadang terlalu fokus pada rasa takut itu sehingga membuat diri kita lupa tentang siapa diri kita di dunia ini?

Jangan sampai ketakutan itu melupakan diri kita, kalau kita itu hanyalah hamba-Nya dan kita tidak boleh melupakan Allah Azza Wa Jalla, yang maha segalanya. Misalnya kita takut terkena Covid, ya yang utama dan pertama kita harus meminta perlindungan-Nya. Kalau kita terkena Covid atau sakit apapun itu, ya yang utama dan pertama harus meminta kesembuhan dari-Nya. Baru kemudian ikhtiar dengan tidak melanggar syariat.

Kesehatan mental yang terganggu akibat pandemi ini ternyata tidak hanya rasa takut, tetapi juga sudah merusak kenalaran dan akal sehat manusia. Ini bisa kita lihat dari cara pandang orang-orang tentang adanya Covid-19 ini.

Ada orang yang sangat insecure banget sama Covid ini, ada yang cuek dan masa bodoh, bahkan ada yang tidak percaya lagi dengan Covid dan menganggap Covid sudah tidak ada.

Kita ambil contoh saja orang yang menganggap Covid sudah tidak ada. Orang yang seperti ini adalah orang yang awalnya sangat takut dengan Covid, tetapi karena mereka sangat terdampak oleh Covid yang membuat kehidupannya kacau kalau tidak bergerak, ditambah melihat cara penyelesaian masalah dari pihak Pemerintah yang tidak ada hasilnya, akhirnya membuat frustasi dan memengaruhi psikisnya. Munculnya pola pikir atau anggapan baru kalau Covid sudah tidak ada. Pola pikir ini tumbuh agar dia bisa kembali melakukan kehidupannya dengan normal kembali di tengah ketidakpastian ini.

Saya tidak menyalah orang yang punya pemikiran seperti itu, karena itu hak-hak mereka sendiri. Tetapi yang sangat saya khawatirkan adalah kesehatan mental masyarakat kita yang tidak bisa lagi berpikir secara logis. Dan hanya mengikuti nafsu emosinya saja.

Apalagi di era globalisasi sekarang ini, dimana kita sangat mudah mendapatkan informasi melalui perangkat seluler yang kita pegang setiap hari. Kalau iman kita tidak kuat, maka dampaknya ke mental kita akan sangat berbahaya. Termasuk dalam hal pengobatan.

Coba cari saja, sudah banyak orang yang merekomendasi untuk konsumsi ini itu untuk pencegahan dan pengobatan Covid. Padahal itu sumbernya tidak jelas, dan belum tentu benar juga.

Di lain sisi, kita sebagai muslim padahal sudah diberikan petunjuk melalui Al Qur'an dan Hadits tentang bagaimana menjaga kesehatan. Misalnya saja dengan konsumsi madu, habbatussauda (jinten hitam), berbekam, konsumsi Qusthul Hindi, dan produk-produk Allah lainnya yang sudah dijelaskan dalam Al Qur'an dan Hadits.

Melakukan itu semua adalah bagian dari menaati Allah dan Rasul-Nya. Dan efek dari menjalankan syariat itu bukanlah untuk menyehatkan tubuh, tetapi untuk memberikan efek yang positif ke Qalbu dan Raga yang sehat.

Apa yang Harus Kita Lakukan di Tengah Pandemi ini?

Ibadah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Semua penyakit ada obatnya. Jika cocok antara penyakit dan obatnya, maka akan sembuh dengan izin Allah." [HR. Muslim]

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Tidaklah Allah Ta’ala menurukan suatu penyakit, kecuali Allah Ta’ala juga menurunkan obatnya." [HR. Bukhari]

Pandemi Covid-19 ini sudah banyak menelan korban, khususnya yang meninggal. Dan kita tidak tahu kapan akhir dari pandemi ini. Bahkan bisa jadi virus ini akan ada selamanya. Munculnya vaksin, tidak bisa memutus rantai penyebaran dengan cepat. Bahkan beberapa peneliti mengatakan kalau butuh waktu 7-10 tahun agar semua bisa terbebas dari Covid kalau melihat sistem vaksinasi seperti sekarang ini. Tapi apakah kita hanya akan bergantung pada vaksin yang notabene vaksin tersebut juga tidak bisa memberikan jaminan 100%?

Tentu tidak.

Yang harus kita lakukan di tengah pandemi ini tentunya harus bersabar. Bukan sekedar sabar, tetapi juga harus menjaga diri baik dari imun maupun iman.

Justru inilah waktu yang tepat untuk kita memperbaiki iman kita. Kita harus bertaubat dan memperbaiki ibadah kita. Bisa jadi Allah turunkan virus ini karena sebab dosa-dosa kita. Karena hanya Allah lah yang bisa mengangkat virus ini dari dunia, dan hanya Dia-lah yang bisa menyembuhkan. Ingat, terlepas adanya konspirasi tentang virus, yang jelas virus ini tetaplah makhluk Allah.

Virus ini bukanlah sesuatu yang harus kita takuti secara berlebihan, justru kita harus lebih takut kepada Allah kalau sampai Allah berikan virus ini masuk ke tubuh kita. Kita terus berdoa agar diri kita terus dijaga Allah dari serangan-serangan virus ini.

Tentunya tidak hanya sekedar berdoa, tetapi juga diimbangi dengan ikhtiar yang sesuai dengan syariat. Dan selalu niatkan karena Allah di setiap ikhtiar kita dalam menjaga diri dari virus ini.

Jangan sampai virus ini melemahkan iman kita dan membuat kita tak lagi mengingat-Nya. Ini justru yang berbahaya. Kalau iman kita sudah terjaga, insya Allah kalaupun di dalam tubuh kita terdapat virus, maka Allah akan hilangkan dengan Kuasa-Nya. Aamiiin.

Mari kita sikapi pandemi ini dengan tenang, tetap gunakan akal dan pikiran yang sehat serta jaga iman. Jangan mudah terbawa informasi-informasi hoaks yang tidak jelas sumbernya. Cukuplah kita bersandar pada Al Qur'an dan Hadits sebagai petunjuk kita di dunia dan akhirat nanti.

Semoga Allah jaga kita semua dari segala macam penyakit. Aamiiin.



Matur suwun,
Virmansyah


0 komentar:

Posting Komentar

Follow This Blog!