25 April 2017

Rate Card Blogger, Apakah Sekedar Formalitas Belaka?

Disclaimer : Tulisan ini hanya berdasarkan opini dan apa yang penulis merasa ketahui. Segala informasi yang pembaca temui bisa saja benar bisa saja salah.

Rate Card Blogger

Saya cukup senang karena keberadaan blogger di muka bumi ini dihargai dan diapresiasi. Bentuknya pun macam-macam, ada yang mengadakan sebuah penghargaan ada pula yang mengajak blogger turut andil dalam berbagai kerjasama online maupun offline.

Uhh, kalau udah ngomongin soal 'kerjasama', rasanya menjadi blogger itu sesuatu yang wah. Iye kan...

Kerjasama online yang sekarang ini banyak didapatkan blogger itu kalau nggak sponsored post ya content placement. Bahkan saking demennya dapat kerjasama seperti ini, blogger pun asal ambil tawaran yang masuk ke email-nya. Nggak peduli berapa rate yang diberikan, pokoknya ambil. :))

Wangunkah?

Ya kalau ditanya pantas atau tidak pantas, itu kembali ke masing-masing blogger. Sebenarnya kurang etis kalau ngomongin masalah rate. Soalnya ini sudah masuk ke hak prerogatif blogger. Tapi tak ada salahnya kan ngomongin rate? Apalagi juga pernah ada kasus kalau blogger nggak nerima-nerima pencairan dananya. Padahal jauh-jauh hari sudah kredit panci. Kan susah kalau kayak gitu. hehehe

Apa itu Rate Card ?

Saya rasa sudah banyak blogger papan atas yang ngulik soal rate card ini. Karena dulu saya tau rate card itu juga baca dari sebuah blog (blogger luar negeri). Waktu itu saya pernah ditanya oleh calon klien, dia minta rate card blog saya.

Lhah, saya bingung, apa itu rate card. Tak kira rate card itu semacam kartu anggota menjadi blogger yang disitu ada informasi si blogger masuk dalam kategori apa. wkwwkwk

Tapi setelah browsing, akhirnya tahu juga rate card itu apa. Dari situ saya mulai paham kalau tiap blogger itu punya 'harga' nya sendiri-sendiri.

Nah, sering ada pengalaman dan beberapa kali ditanya seorang temen, dia blogger, dan tanya berapa harga yang pas untuk sebuah sponsored post / article placement di blognya. Soalnya dia baru saja dihubungi oleh pihak agency/brand yang ingin kerjasama seperti itu di blognya.

Lha saya juga bingung mau ngasih tau harga yang cocook untuk dia. Soalnya nggak mungkin saya kasih informasi harga yang biasa untuk blog saya ke blog dia. Rate saya kan mahal. #eh hahaha becanda kok :p

Maksudnya gini, saya nggak mungkin kasih harga sponsored post yang biasa saya dapatkan lalu saya infokan ke dia, karena karakteristik blog saya dan dia itu beda. Tiap blogger itu punya blog dengan karakteristik dan statistik yang berbeda-beda. Itulah salah satu alasan mengapa rate tiap blogger tidak bisa sama.

Apalagi kerjasama seperti ini adalah sebuah jasa. Dimana harga pekerjaan bidang jasa itu tidak ada patokan pastinya (harga pasaran). Jadi jangan tanya juga berapa patokan harga sponsored post ke blogger lain. Misalnya saja harga sebuah jasa foto, mbok sampeyan tanya ke fotografer (pro) sejagad ini, mereka nggak bisa kasih tau langsung segini harga sebuah foto itu. Nggak bisa. Ya soalnya ada banyak sekali kriteria-kriterianya sebelum bisa menentukan harga.

Untuk itu kita sebagai blogger juga butuh rate card.

Menurut saya, Rate card ini adalah informasi tentang detail blog kita yang didalamnya ada informasi deskripsi blog kita, statistik pengunjung hingga media sosial yang dipunya dan tentunya harga patokan bagi kita (masing-masing blogger) untuk acuan ketika mendapatkan tawaran kerjasama seperti itu. Tetapi yang perlu diingat,harga rate card ini bukanlah harga pasti. Rate card ini harga standar untuk kita. Dan biasanya sih jarang disebutkan di dokumen rate card. Harga ini biasanya cuma ada dibenak kita dan nanti digunakan untuk keperluan negosiasi.

Misalnya saja travel blogger a punya rate card sebesar Rp 800.000,- untuk satu artikel bersponsor. Harga ini bisa saja lebih tinggi, namun agak sulit untuk turun. Ya soalnya harga itu adalah harga standart untuk sebuah sponsored post.

Akan bisa naik harganya apabila ternyata klien adalah dari perusahaan yang besar dan sudah terkenal. Bisa juga jika pihak blogger memberikan services yang lain. Misalnya akan mengiklankan sponsored post ke media sosial agar dapat mendrive traffic lebih banyak lagi.

Bagaimana menentukan rate card untuk blogger ?

Menentukan Rate Card Blogger
Saya sendiri juga belum tahu bagaimana menentukan rate card yang sesuai untuk blog kita. Karena ya belum ada rumus pastinya. Eh tapi saya pernah baca artikelnya Mas Harris Maul kalau dia punya rumus menentukan rate card untuk sebuah sponsored post. Coba kamu nanti search di Google "harrismaul rate card".

Tetapi saya punya pandangan tersendiri tentang bagaimana menentukan rate card bagi blogger ini.

Menurut saya ada beberapa kriterianya sebelum kita bisa menentukan nilai atau harga yang pas untuk kita.

Visitors & Pageviews

Kriteria pertama bisa dilihat dari demografi visitors dan pageviews blog kita. Cakupannya mulai jumlahnya, lalu umurnya, jenis kelamin, minat, dll. Untuk itu sangat perlu kita untuk memasang sebuah analytic tool yang lengkap seperti misalnya Google Analytics.

Bacalah : Wow, Inikah Pengaruh Besar Google Analytics Bagi Blog Kita? (nggak bisa diklik? lha saya belum buat tulisannya.)

Dari situ kita bisa membuat report mengenai blog kita. Jadi fungsi dari memasang Google Analytics itu bukan sekedar untuk melihat berapa banyak kunjungan blog kita per harinya. Tetapi juga untuk mengetahui bagaimana blog kita dimata pengunjung dan untuk menentukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk perbaikan blog kita agar lebih ramah pengunjung lagi.

Jadi jumlah pengunjung dan tayangan laman ini sangat berpengaruh untuk menentukan nilai rate card blog kita.

Blogger dengan jumlah pembaca per hari 5.000 akan memiliki rate card lebih tinggi dibanding blogger dengan jumlah pembaca per hari hanya 1.000.

Influencer

Tetapi, jumlah pengunjung itu tidak bisa menjadi jaminan utama untuk mendapatkan rate yang lebih tinggi. Faktanya memang begitu. Ada banyak blogger yang pengunjungnya sedikit dari saya, tetapi dapat rate yang menggila.

Apa penyebabnya?

Karena dia lebih terkenal dibanding saya. Ya, itu dia masalahnya. Saya yang notabene hanya remahan rengginan yang terbuang menjadi blogger tidak bisa mengangkat rate yang lebih tinggi.

Blogger yang terkenal entah di dunia media sosial atau bahkan offline. Jelas akan lebih mudah menaikkan rate. Karena dia terkenal dan apa yang ia katakan, ucapkan, tuliskan, ghibahkan itu dapat mempengaruhi audience dan followers nya.

Sekarang bayangkan saja, rate card antara saya dan Agus Mulyadi kira-kira besaran mana? Nggak usah pakai mikir panjang sudah jelaskan. Dia update status satu kata saja yang komen ribuan umat. Lha saya, nulis puisi kadang kata-kata mutiara, yang komen cuma satu tok til. Kalau pun ada yang komen pasti ya cuma itu-itu saja orangnya. Itupun karena dia orangnya lagi selow.

Itulah salah satu contohnya dimana kriteria "influencer" itu sangat menentukan rate card.

Kalau ngomongin masalah influencer ini tentu ada kaitannya dengan personal branding.

Baca juga : Personal Branding Mampu Meningkat Earning (nggak bisa diklik lagi? Maap saya belum bikin tulisannya.)

Technical

Lalu kriteria lain datang juga sisi teknis. Menurut saya, ini jarang banget dilihat bagi para blogger yang ingin menentukan rate untuk sponsored post. Sisi teknis ini meliputi desain blog, kondisi SEO blog, penempatan tulisan (sticky atau tidak), bebas dari iklan (adsense, iklan lain), waktu, riset tulisan, prestasi yang pernah didapatkan blogger, dll.

Saya pernah punya pengalaman dimana artikel bersponsor yang saya tulis itu sampai sekarang nangkring di page one Google. Padahal saya tidak serius mengoptimasinya. Gilee, pasti ada yang ghibah, "Nggak serius aja bisa nangkring, gimana kalau serius?"

Pertimbangan itulah yang menyadarkan saya untuk lebih giat lagi menegokan harga sebuah sponsored post yang notabene artikel itu akan tayang selamanya dan di sana ada link ke website klien. Jadi untuk kerjasama dalam durasi seumur hidup ini apakah rate cuma dihargai sebesar kacang godhog yang dijual di wayangan? Kan tidak.

Apalagi kalau memang kita niat untuk mengoptimalkan sponsored post itu, beuh rate bisa digodhog lebih matang lagi sematang kacang godhog di wayangan.

Blogger Rate Card
sample sponsored post rate guide / source : cocochicblog.co.uk


Rate Card
Sekedar Formalitas?

Menarik memang, ketika kita sebagai blogger memiliki sebuah rate card yang ciamik entah itu mau dibuat dalam format pdf ataupun sebuah halaman di blog. Tetapi yang menjadi masalah hingga saat ini adalah semua itu seperti formalitas saja.

Apa yang telah kita tulis dan informasikan di rate card nampaknya tidak ada gunanya ketika pihak brand apalagi agency tidak menjadi acuan serius pihak mereka pemberi dana untuk menggelontorkan dananya sesuai harapan kita.

Dan pada akhirnya pilihannya ada dua, membatalkan atau mengambil rate yang sudah ditawarkan pihak mereka.

Lalu apa kontribusinya rate card yang telah kita buat?

Itulah yang perlu menjadi bahan edukasi untuk kita semua, baik blogger, agency hingga brand.

Saya tidak bermaksud untuk membandingkan klien dalam negeri dengan luar, tetapi berdasarkan pengalaman, klien dari luar negeri lebih menghargai blogger. Pernah ada kejadian unik, waktu itu saja dihubungi oleh sebuah agency dari dalam negeri. Mereka menawarkan kerjasama sponsored post untuk sebuah produk dari perusahaan luar.

Ketika saya menawarkan dengan rate yang sesuai dengan keinginan saya, ternyata tidak disetujui. Mereka menganggap masih terlalu tinggi. Akhirnya saya putuskan untuk menolak. Ya memang produk yang ingin dipromosikan adalah brand besar. Tak berselang lama, saya dihubungi agency juga tetapi dari luar negeri. Menariknya, mereka juga menawarkan untuk produk yang sama dengan agency yang saya batalkan itu.

Dan ketika saya meminta rate yang sama seperti saat saya tawarkan ke agency pertama, ternyata mereka langsung menyetujuinya. Masalah administrasi pun sangat mudah. Ketika artikel tayang, masalah administrasi langsung dipenuhi tanpa menunggu beberapa minggu lagi.

Menarik kan. Itulah yang sekarang banyak ditemui.

Jadi, menurut saya keberadaan rate card di dunia perbloggingan dalam negeri ini belum sepenuhnya bisa diterapkan. Masih banyak pihak yang belum memahami apa itu rate card. Lagi pula adanya sistem 'asal terima yang penting rekening berkembang' itu juga yang menjadi pengaruhnya.

Ini bukan masalah menolak rejeki atau yang lainnya. Tetapi jika sudah berbicara masalah kerjasama bisnis, ya untung rugi harus diperhatikan lagi. Karena kita (blogger) sekarang bukan sekedar menjadi orang yang hobi nulis di blog lagi, tetapi kita juga sudah menjadi medium bagi perusahaan untuk mendekatkan diri lagi ke target pasarnya.

***
Sekian. Tulisan di atas hanyalah sebuah opini pribadi, jangan dipercayai apalagi diambil hati.


Matur suwun,
Virmansyah


19 komentar:

  1. Merendahe ora kurang rendah om? Remahan rengginang yg terbuang di selokan..
    Rate card emang individual dan untung2 an. Ada yg disodorin rate card iyes..ada yg kabur tanpa kabar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah..daripada kabur, aku mending iyes. Asal ngga rendah-rendah amat yaa..hehe

      Hapus
  2. Masalah rate card memang bisa jadi balada sih om. Kadangkala, terselubung sebuah polemik yang secara makjegagik mengubah harga pasar.

    Bro A punya harga satu juta. Bro Z punya harga 50 ribu saja, itu juga kalo Senin harga turun. Lantas pihak agency menyamaratakan dengan Bro Z terkait harga. Ndilalah, Bro A mencak-mencak karena blognya dihargai kacang godhog. Lha po ra mbingungi ki.

    Padahal kan ya sama aja. Bener yang mas Virman bilang, masalah harga sebuah jasa ndak bisa dipatok. Setiap pesanan atau order memiliki cara penanganan yang berbeda. Balik lagi ke masing-masing. Hehehe... Matur suwun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yah, pada akhirnya sistem asal semua senang lah yang menjadi penentu :D

      Hapus
  3. Kalo Mas Virman remah rengginang njuk aku apaaaa.. Aku belum pantas ngajuin rate card deh kayaknya.. Biar ngga dikira sok-sokan. Kalo effortnya ngga terlalu besar dan fee-nya cukup, ya udah ambil..hehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha, intinya ya kembali ke masing-masing blogger :D

      Hapus
  4. Balasan
    1. Maafkan saya telah membuat mbak jadi mengikuti jejak cak lontong. Mikiiirrr :))

      Hapus
  5. Bacalah : Wow, Inikah Pengaruh Besar Google Analytics Bagi Blog Kita? (nggak bisa diklik? lha saya belum buat tulisannya.)

    Uasuuuu, aku kok malah mangkel karo tulisan kuwi yo... teleeeeeek

    BalasHapus
  6. Weleh...
    Hhhhmmmm...
    Nganyang sak dadine waelah koyo neng pasar kae..

    BalasHapus
  7. Kalo aq sih bikin Red Cardnya untung untungan mas,
    Apalagi kalau dapat tawaran dari Orang bule, ya kesempatan untuk meraup untung, kalo di yang perlu, dan kita pintar nego pasti dapet harga yang bagus

    BalasHapus
  8. Kalau pasaran content placement lokal saat ini masih terbilang kecil mas dibanding di luar sana. Saya baru mempublish artikel mengenai formula sederhana dalam menentukan harga tersebut untuk pasaran lokal. Siapa tahu bisa membantu dalam standarisasi harga yang saat ini sering menjadi bumerang dimana banyak blogger yang menjatuhkan harga sampai serendah-rendahnya (Rp 50.000).

    BalasHapus
  9. Yah content placement kadang dilema, saat rejeki seret tiba tiba datang, tapi setelah kita memberj harga merema bilang mahal banget. Jasa usaha dan profesional kadang belu bisa di apresiasi oleh lokal, mkris

    BalasHapus

  10. Awesome! Its truly amazing paragraph, I have got much clear idea concerning from this article. apple itunes login

    BalasHapus
  11. Wah, artikelnya sangat bermanfaat srkali mas, terutama bagi saya yang mengalami hal tersebut.

    BalasHapus
  12. Duh aku baru baca artikelmu ini di tahun 2019 mas, inspiratif.. Jd bisa buat kira2 setelah DA PA turun, ekekek

    BalasHapus

Follow This Blog!