24 April 2021

8 Pintu Rezeki yang Disediakan Allah

Kalau kita sebagai orang awam bicara soal rezeki, pasti yang akan muncul dibenak pikiran kita adalah rezeki yang berupa penghasilan dari kita bekerja, apapun itu jenis pekerjaannya. Dan ketika kita memiliki penghasilan yang sedikit, kita akan beranggapan kalau rezeki kita lagi sempit. Bahkan kita akan berpikir kalau dengan penghasilan itu kita tidak bisa mencukupi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga.

Padahal sebenarnya pintu rezeki itu banyak, tidak hanya dari apa yang sedang kita usahakan atau kerjakan.

Sebagai muslim, tentu kita harus percaya dan yakin bahwa rezeki itu datangnya dari Allah Azza wa Jalla. Bukan dari bos kita, bukan dari klien kita, bukan dari pelanggan-pelanggan kita. Mereka itu hanyalah perantara saja, dan sumbernya berasal dari Allah Yang Maha Kaya.

Sebelumnya, saya mau mengkonfirmasi dulu, kalau saya menulis ini bukan karena saya sudah paham agama, bukan. Saya pun masih belajar, termasuk belajar cara bersyukur dan optimis bahwa rezeki kita di dunia ini sudah dijamin oleh Allah. Allah sendiri yang menjanjikan untuk kita, hamba-Nya. Masa kita nggak percaya sama Allah?

Saya hanya ingin berbagi informasi, yang insya Allah bisa menumbuhkan rasa optimis dan keyakinan kita.

8 Pintu Rezeki


8 Pintu Rezeki yang Disediakan Allah

Al Qur'an itu Kalamullah, atau firman Allah SWT. Bukanlah kumpulan kata-kata indah yang datang dari manusia, atau makhluk Allah yang lain seperti jin, syaitan, maupun malaikat.

Nah di dalam Al Qur'an, Allah telah berfirman bahwa rezeki manusia itu tidak hanya dari penghasilan pekerjaan kita saja. Tapi ada banyak yang mungkin kita belum sadari selama ini.

"Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya maka hendaklah dia menghubungi sanak-saudaranya (silaturahim)." (HR. Al-Bukhari)

Mungkin yang paling banyak kita dengar adalah Hadits tersebut. Dimana kita sering diingatkan untuk menjaga tali silaturahim dengan saudara kita agar salah satunya bisa melancarkan rezeki. Selain itu, pintu rezeki bisa datang dari...

1. Rezeki Hasil Usaha

Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. - QS. An-Najm : 39

2. Rezeki karena Bersyukur

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". - QS. Ibrahim: 7

3. Rezeki yang Dijamin

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kita yang nyata (Lauh Mahfuzh) - QS. Hud:6

4. Rezeki Lewat Istighfar

Maka aku katakan kepada mereka : "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai" - QS. Nuh: 10-12

5. Rezeki yang Tak Terduga

Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. - QS. At-Talaq: 2-3

6. Rezeki karena Anak

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu..." -  QS. Al-Isra:31

7. Rezeki Menikah

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. - QS. An-Nur : 32

8. Rezeki Karena Sedekah

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. - QS. Al-Baqarah : 245

--00--

Masya Allah, sebegitu cinta-Nya Allah dengan hamba-Nya, sehingga Dia memberikan pintu rezeki yang banyak agar kita tercukupi ketika berada di dunia ini. Saya jadi malu kalau harus terlalu memikirkan urusan duniawi, dengan alasan takut ini itu saat di dunia. Padahal Allah sudah memudahkan kita dalam urusan dunia. Kadang sudah begitu saja, kita masih terlena dengan dunia dan melupakan urusan yang sebenarnya lebih penting, yakni urusan akhirat. Astaghfirullah.

Berarti kita nggak usah punya harta yang banyak dong di dunia ini? Ya nggak gitu juga sih ya. Allah nggak melarang kita buat punya harta yang banyak kok. Asal harta yang kita dapatkan itu didapatkan dengan cara yang halal dan digunakan untuk yang bermanfaat termasuk untuk urusan akhirat.

Misalnya kita kerja keras di dunia, tapi niatkan semua itu untuk ibadah karena Allah. Nantinya dengan punya harta yang banyak, berarti kesempatan kita untuk beramal akan jauh lebih besar. Jadi bukan selalu mementingkan urusan dunia saja.

Lho kok saya jadi ceramah :D Saya kan bukan ustadz. Ya berbagi saja, semoga bisa bermafaat.

Semoga dari beberapa firman Allah SWT di atas, kita bisa mentadabburi, sehingga bisa menumbuhkan dan menguatkan iman kita terutama dalam urusan rezeki.

Sebagai seorang muslim, seharusnya kita tak perlu takut lagi untuk urusan rezeki. Tidak perlu takut miskin, takut sengsara saat di dunia ini. Kecuali untuk orang - orang yang memang tak mau berusaha. Kalau ada orang yang tak mau bekerja khususnya laki-laki, cuma di rumah, main sana-sini nggak jelas, ya kalau mereka takut itu wajar.

Allah sudah membukakan pintu rezeki-Nya, tinggal kita mau membukanya atau tidak.

Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya dan selalu diberikan jalan yang lurus dan yang diridhoi-Nya. Aamiiin.

08 Februari 2021

Kesehatan Mental di Tengah Pandemi

Setahun sudah pandemi Covid-19 ini ada di dunia. Memengaruhi semua kalangan masyarakat tanpa melihat latar belakang agama, suku, strata sosial, pendidikan dan lainnya. Semua orang bisa saja terkena virus yang sudah merenggut nyawa banyak manusia ini.

Semenjak adanya Covid-19, semua orang jadi lebih aware terhadap kesehatan dirinya. Khususnya di Indonesia, di bulan-bulan awal itu orang-orang banyak sekali yang kemudian konsumsi produk herbal atau empon-empon. Saya yang sebelumnya juga sudah jualan minuman herbal berbahan rempah-rempah, waktu itu sempat kebanjiran order.

Tapi, sayangnya itu hanya berlangsung beberapa bulan saja, setelah itu surut lagi. Ya begitulah tipe masyarakat kita, kalau ada sesuatu yang heboh, ikut-ikutan heboh. Tapi tidak bisa konsisten. Mungkin waktu itu karena belum ada obat Covid, sehingga bahwa empon-empon memang bisa digunakan untuk mencegah Covid. Tapi setelah bermunculan obat dan suplemen untuk Covid, akhirnya empon-empon ditinggalkan.

Di sini bisa kita lihat, kalau sebenarnya masyarakat belum sadar akan khasiat dari empon-empon. Padahal produk herbal itu justru yang paling aman dikonsumsi terutama untuk dalam jangka panjang.

Kemudian setelah itu ada tren bersepeda. Wih, di berbagai kota kemudian banyak masyarakat yang tiba-tiba suka bersepeda, pagi maupun sore. Bagus sih itu. Tapi ya seperti biasa, setelah berjalan beberapa bulan, jalanan sepi pesepeda lagi dan hanya segelintir orang yang bertahan.

Terlepas apapun yang dilakukan masyarakat, yang jelas pandemi ini mengubah orang dalam menjaga kesehatannya. Tapi menurut saya, ada hal terlupa dari yang masyarakat lakukan. Mereka sibuk menjaga fisik, tetapi lupa untuk menjaga kesehatan mental.

Kesehatan Mental


Kesehatan Mental Memengaruhi Fisik

Banyak orang yang terlalu fokus pada yang terlihat. Seperti program 3M, Menjaga Jarak, Memakai Masker, dan Menghindari Kerumunan. Ya meskipun menurut saya program ini tidak work di masyarakat kita yang notabene masyarakat komunal.

Menjaga kesehatan fisik memang bagus, tetapi jangan sampai kita lupa untuk menjaga kesehatan mental. Karena kesehatan mental itu dapat memengaruhi kesehatan fisik. Ini bukannya saya sok tahu, tetapi ini sudah banyak dibahas di berbagai jurnal maupun penelitian.

Di tahun 2012, Meta Analisis Universitas Harvard, memberikan kesimpulan jika orang yang memiliki rasa optimisme, rasa bahagia dalam dirinya, maka itu akan berdampak pada kesehatan jantungnya dan bisa menekan laju perkembangan penyakit yang ada dalam dirinya. Tapi ini terlepas dari faktor usia, status merokok, maupun kondisi fisik lainnya seperti berat badan.

Salah satu peneliti dari Hardvard School of Public Health's Departement of Society, Boehm, memberikan pernyataan kalau seseorang yang paling optimis itu akan memiliki risiko 50 persen lebih rendah untuk mengidap penyakit kardiovaskular, dibanding dengan orang-orang yang kurang optimis.

Kemudian menurut American Psychological Association (APA) yang paling umum adalah ketika seseorang mengalami stres, biasanya akan mengalami sakit perut (asam lambung naik). Jika sampai stres kronis, maka akan berdampak pada penurunan daya tahan tubuh dari waktu ke waktu.

Sedangkan dari perspektif Al Qur'an dan Hadits, kita sebagai muslim juga wajib untuk menjaga jiwa. Dilansir dari Journal An-nafs : Kajian dan Penelitian Psikologi "Menjaga Kesehatan Mental Perspektif Al-Qu'an dan Hadits"- Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Pacitan, di dalam Al Qur'an memperkenalkan istilah jiwa yang tenang dengan an-nafsu al-muthmainnah, sedangkan di Al-Hadits menyebut kata al-fithrah. Keduanya ini merupakan syarat bagi kesehatan mental yang harus dimiliki seorang muslim.

Tentunya agar bisa memiliki jiwa yang tenang harus berdasarkan fitrah yang sudah diberikan Allah, yaitu Akidah Tauhid.

Fitrah ini perlu dijaga dan membuatnya lebih baik, dan cara menjaganya adalah dengan melakukan sesuatu yang sesuai dengan syariat agama yang sudah diturunkan oleh Allah SWT.

Sejak awal Islam sudah mengajak manusia untuk beriman dan mentauhidkan Allah. Tujuannya tak lain dan tak bukan agar kita sebagai manusia bisa terbebas dari etika maupun tradisi jahiliyah yang masuk ke pikiran kita melalui kebodohan dan khurafat. Sehingga jika ini sudah melekat di diri kita, maka tidak ada lagi kekhawatiran akan hal-hal yang membuat kita cemas dan takut. Misalnya takut mati, takut miskin, takut terkena musibah, takut ke sesama manusia, bahkan takut pada suatu penyakit. Sehingga kita akan merasakan keamanan jiwa dan tidak merasa takut dengan apapun kecuali Allah SWT.

Hal ini sebagaimana firman Allah: "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk." (QS. Al-An‟aam: 82).

Jadi secara tidak kita sadari, kesehatan mental itu dampaknya sangat luas terhadap diri kita secara umum, baik dari sisi rohani maupun jasmani. Bahkan pengaruhnya bisa sampai ke kehidupan kita sehari-hari.

Pandemi Mengubah Kesehatan Mental Manusia

Kita mungkin tidak sadar, kalau pandemi yang sudah setahun ini telah mengubah kesehatan mental sebagian besar manusia. Apalagi ditambah pemberitaan tentang Covid-19 di berbagai media, dan pemberitaan ini bukanlah berita yang bagus, melainkan berita tentang bertambahnya kasus Covid-19, jumlah orang yang meninggal karena Covid-19 dan lain-lain.

Kita yang setiap hari dicekoki berita-berita seperti itu secara tidak langsung akan memengaruhi mental kita.

Seperti yang sudah disinggung di atas tadi, kalau diri kita tidak dibekali dengan iman dan akibah Tauhid yang lurus, maka apa yang kita hadapi sekarang ini akan terus menggerus pikiran kita. Bukan lagi rasa optimis, tetapi rasa pesimis yang terus tumbuh.

"Takut boleh, itu manusiawi, tetapi jangan parno. Karena itu sudah ketakutan yang tidak diimbangi lagi dengan akal dan pikiran yang sehat."

Rasa takut itu memang fitrahnya manusia, wajar. Tetapi jangan sampai berlebihan. Kita itu kadang terlalu fokus pada rasa takut itu sehingga membuat diri kita lupa tentang siapa diri kita di dunia ini?

Jangan sampai ketakutan itu melupakan diri kita, kalau kita itu hanyalah hamba-Nya dan kita tidak boleh melupakan Allah Azza Wa Jalla, yang maha segalanya. Misalnya kita takut terkena Covid, ya yang utama dan pertama kita harus meminta perlindungan-Nya. Kalau kita terkena Covid atau sakit apapun itu, ya yang utama dan pertama harus meminta kesembuhan dari-Nya. Baru kemudian ikhtiar dengan tidak melanggar syariat.

Kesehatan mental yang terganggu akibat pandemi ini ternyata tidak hanya rasa takut, tetapi juga sudah merusak kenalaran dan akal sehat manusia. Ini bisa kita lihat dari cara pandang orang-orang tentang adanya Covid-19 ini.

Ada orang yang sangat insecure banget sama Covid ini, ada yang cuek dan masa bodoh, bahkan ada yang tidak percaya lagi dengan Covid dan menganggap Covid sudah tidak ada.

Kita ambil contoh saja orang yang menganggap Covid sudah tidak ada. Orang yang seperti ini adalah orang yang awalnya sangat takut dengan Covid, tetapi karena mereka sangat terdampak oleh Covid yang membuat kehidupannya kacau kalau tidak bergerak, ditambah melihat cara penyelesaian masalah dari pihak Pemerintah yang tidak ada hasilnya, akhirnya membuat frustasi dan memengaruhi psikisnya. Munculnya pola pikir atau anggapan baru kalau Covid sudah tidak ada. Pola pikir ini tumbuh agar dia bisa kembali melakukan kehidupannya dengan normal kembali di tengah ketidakpastian ini.

Saya tidak menyalah orang yang punya pemikiran seperti itu, karena itu hak-hak mereka sendiri. Tetapi yang sangat saya khawatirkan adalah kesehatan mental masyarakat kita yang tidak bisa lagi berpikir secara logis. Dan hanya mengikuti nafsu emosinya saja.

Apalagi di era globalisasi sekarang ini, dimana kita sangat mudah mendapatkan informasi melalui perangkat seluler yang kita pegang setiap hari. Kalau iman kita tidak kuat, maka dampaknya ke mental kita akan sangat berbahaya. Termasuk dalam hal pengobatan.

Coba cari saja, sudah banyak orang yang merekomendasi untuk konsumsi ini itu untuk pencegahan dan pengobatan Covid. Padahal itu sumbernya tidak jelas, dan belum tentu benar juga.

Di lain sisi, kita sebagai muslim padahal sudah diberikan petunjuk melalui Al Qur'an dan Hadits tentang bagaimana menjaga kesehatan. Misalnya saja dengan konsumsi madu, habbatussauda (jinten hitam), berbekam, konsumsi Qusthul Hindi, dan produk-produk Allah lainnya yang sudah dijelaskan dalam Al Qur'an dan Hadits.

Melakukan itu semua adalah bagian dari menaati Allah dan Rasul-Nya. Dan efek dari menjalankan syariat itu bukanlah untuk menyehatkan tubuh, tetapi untuk memberikan efek yang positif ke Qalbu dan Raga yang sehat.

Apa yang Harus Kita Lakukan di Tengah Pandemi ini?

Ibadah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Semua penyakit ada obatnya. Jika cocok antara penyakit dan obatnya, maka akan sembuh dengan izin Allah." [HR. Muslim]

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Tidaklah Allah Ta’ala menurukan suatu penyakit, kecuali Allah Ta’ala juga menurunkan obatnya." [HR. Bukhari]

Pandemi Covid-19 ini sudah banyak menelan korban, khususnya yang meninggal. Dan kita tidak tahu kapan akhir dari pandemi ini. Bahkan bisa jadi virus ini akan ada selamanya. Munculnya vaksin, tidak bisa memutus rantai penyebaran dengan cepat. Bahkan beberapa peneliti mengatakan kalau butuh waktu 7-10 tahun agar semua bisa terbebas dari Covid kalau melihat sistem vaksinasi seperti sekarang ini. Tapi apakah kita hanya akan bergantung pada vaksin yang notabene vaksin tersebut juga tidak bisa memberikan jaminan 100%?

Tentu tidak.

Yang harus kita lakukan di tengah pandemi ini tentunya harus bersabar. Bukan sekedar sabar, tetapi juga harus menjaga diri baik dari imun maupun iman.

Justru inilah waktu yang tepat untuk kita memperbaiki iman kita. Kita harus bertaubat dan memperbaiki ibadah kita. Bisa jadi Allah turunkan virus ini karena sebab dosa-dosa kita. Karena hanya Allah lah yang bisa mengangkat virus ini dari dunia, dan hanya Dia-lah yang bisa menyembuhkan. Ingat, terlepas adanya konspirasi tentang virus, yang jelas virus ini tetaplah makhluk Allah.

Virus ini bukanlah sesuatu yang harus kita takuti secara berlebihan, justru kita harus lebih takut kepada Allah kalau sampai Allah berikan virus ini masuk ke tubuh kita. Kita terus berdoa agar diri kita terus dijaga Allah dari serangan-serangan virus ini.

Tentunya tidak hanya sekedar berdoa, tetapi juga diimbangi dengan ikhtiar yang sesuai dengan syariat. Dan selalu niatkan karena Allah di setiap ikhtiar kita dalam menjaga diri dari virus ini.

Jangan sampai virus ini melemahkan iman kita dan membuat kita tak lagi mengingat-Nya. Ini justru yang berbahaya. Kalau iman kita sudah terjaga, insya Allah kalaupun di dalam tubuh kita terdapat virus, maka Allah akan hilangkan dengan Kuasa-Nya. Aamiiin.

Mari kita sikapi pandemi ini dengan tenang, tetap gunakan akal dan pikiran yang sehat serta jaga iman. Jangan mudah terbawa informasi-informasi hoaks yang tidak jelas sumbernya. Cukuplah kita bersandar pada Al Qur'an dan Hadits sebagai petunjuk kita di dunia dan akhirat nanti.

Semoga Allah jaga kita semua dari segala macam penyakit. Aamiiin.

27 Januari 2021

Untuk Kamu yang Suka Bilang Mending Ini Itu ke Keputusan Orang Lain

Setiap orang itu berbeda, ini sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Yang paling terlihat ya dari segi fisik. Meskipun sama-sama pria, tetapi bentuk anatomi tubuh pasti ada yang berbeda. Ada yang tubuhnya agak kurus, ada yang gemuk, ada bentuk wajahnya oval, ada yang kotak, ada yang hidungnya mancung, ada yang pesek, dan lain sebagainya.

Itu bagian yang bisa dilihat oleh kasat mata. Selain itu ada hal lain dari setiap orang yang juga berbeda, yakni tentang kepribadian, mindset atau pola pikir, prinsip hidup, dan lainnya.

Kita dalam bermasyarakat pastinya akan bersinggungan dengan orang lain. Tidak mungkin kita hanya akan mengandalkan diri sendiri. Seintrovert-introvertnya orang, pasti tetap butuh orang lain.

Dari segala perbedaan yang ada di setiap orang, bagi saya tidak pantas untuk dijadikan perdebatan. Bahkan dijadikan penilaian untuk menyamaratakan dengan kehidupan kita. Kalau dari segi fisik mungkin tidak begitu orang perhatikan, karena itu sudah terlihat dan sudah jadi hal lumrah.

Tapi yang saat ini masih jadi perdebatan adalah ketika seseorang memiliki pilihan yang berbeda dengan diri kita sendiri.

Misal, kamu beli handphone dengan merek A tipe ABC dengan harga Rp 3.000.000. Terus ada orang lain lihat kalau kamu beli handphone itu. Tanpa merasa berdosa, tiba-tiba orang tersebut bilang ke kamu, "HP kok mahal, mending beli ini (nyebutin merek tipe lain), speknya juga nggak jauh beda, hargane malah jauh lebih murah."

Padahal kamu beli hp itu sudah ikhlas, sudah seneng tanpa beban, toh pakai duit-duitmu sendiri, bukan duit utangan lagi dan nggak ada yang merasa disesali dari hp yang sudah kamu beli itu. Tapi di lain sisi, ada orang lain yang merasa dan menganggap kamu membeli barang yang kurang tepat. Akhirnya kamu merasa nyesel.

Atau misal kamu memilih untuk pindah perusahaan, karena sudah merasa tidak nyaman meskipun penghasilan sudah besar. Tapi tiba-tiba ada orang lain yang bilang, sayang banget kok pindah, padahal sudah punya gaji gede. Mbok mending tetep di situ wae.

Pernah kan mendapati situasi seperti ini, dan ini untuk berbagai hal. Bukan hanya soal jual beli barang saja tapi bisa juga ke hal yang sifatnya keputusan dalam hidup.

Suka Nasehatin Tapi Nggak Tau Waktu
Ilustrasi gambar via https://meramuda.com

Hargai Keputusan Orang atau Mending Diam

Ketidak samaan keputusan atau pilihan itu wajar, namanya juga manusia. Kita itu masing-masing punya latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, lingkungan, agama, dll yang berbeda. Semuanya akan memengaruhi kepribadian dan prinsip hidup kita.

Orang yang dari kecil hidupnya serba memiliki keterbatasan, pasti akan memiliki perbedaan kepribadian & prinsip hidup antara orang yang dari kecil sudah diberi kecukupan. Misalnya saja naluri survive dalam hidup, itu saja sudah pasti berbeda.

Jadi sebaiknya kalau ada orang lain yang memiliki keputusan yang berbeda dengan pikiran kita, mending hargai keputusan itu. Caranya dengan memberikan dukungan atau memujinya. Kalau itu tidak bisa kamu lakukan, cara paling mudah adalah diam. Diam bukan meremehkan, tetapi diam karena kita takut kalau bicara akan menyakiti keputusan dia.

Hal ini sepele sekali, tetapi sebenarnya ini masalah besar. Jika kita tidak bisa menghargai hal-hal kecil yang orang lain pilih, kita pun juga akan tidak pernah puas dengan hal-hal besar yang didapatkan orang lain. Akhirnya munculnya penyakit hati yang tidak pantas untuk kita simpan.

"Bukan Mau Meremehkan Kok, Cuma Mau Memberikan Nasehat"

Mengatakan ke seseorang mending ini mending itu, giliran dikasih tau berdalih kalau hanya ingin memberikan nasehat.

Memberikan nasehat atau saran itu bagus, boleh-boleh saja, tapi... memberikan saran itu ada waktu dan caranya. Tidak tepat jika memberikan saran jika seseorang sudah mengambil keputusan. Itu namanya ngompori bukan memberi saran.

Kalau mau memberi saran itu pas seseorang belum mengambil keputusan. Itu pun kita juga perlu tahu dulu, apakah orang itu sudah punya keputusan yang memang dia sudah mantap akan keputusan itu atau belum. Rasanya kita bisa lihat dengan mudah kalau seseorang itu belum tau apa yang harus diputuskan, kita boleh memberikan saran.

Tapi kalau seseorang sudah punya rencana keputusan yang dia juga sudah yakin, ya kita lebih baik menahan diri untuk memberikan saran.

Kenapa? Karena kalau kita paksakan, akhirnya hanya akan adu argumen. Kamu merasa saran Kamu yang paling benar, dan dia juga merasa apa yang akan diputuskannya sudah tepat. Akhirnya yang ada di kepala kamu adalah keputusan dia adalah keputusan yang salah atau tidak tepat.

Padahal...kita tidak pernah tahu bagaimana perjuangan orang itu dalam mengambil keputusan. Kita tidak tahu apa alasan pastinya mengapa dia mengambil keputusan itu. Sekali lagi, pola pikir setiap orang itu berbeda.

Kamu mungkin akan menyalahkan orang yang membeli mobil bekas itu sesuatu yang sia-sia. Karena kamu merasa daripada beli mobil bekas, mending beli mobil baru sekalian meskipun kelasnya rendah tapi kondisinya baru. Sedangkan orang yang membeli mobil bekas itu ternyata sudah punya kalkulasi sendiri, dia juga paham bagaimana merawat mobil bekas, dia juga nyaman dan memang ingin membeli mobil bekas.

Lantas mengapa kamu mengatakan mending gini gitu ke orang itu?

Apakah kalau kamu tidak seperti itu, hidupmu akan hampa? apakah kamu merasa ada yang kurang di hidup kamu, sampai-sampai sibuk mengomentari hidup orang lain yang mana hidup kamu sendiri juga belum tentu baik.

Sudahlah, daripada bilang mending ini mending itu ke orang lain, lebih baik kita sibuk perbaiki diri kita masing-masing. Boleh kok memperhatikan orang lain, ngasih saran ke orang lain, tetapi harus tahu tempat dan waktunya. Tidak asal ngomong. Nggak baik buat hati kita.

Tulisan nyampah ini saya tulis karena seringnya melihat orang-orang yang sering mengatakan "mending begini, mending begitu" ke orang lain, baik di media sosial maupun di real life.

Dan ini saya tujukan ke semua orang termasuk diri saya pribadi, yang mungkin juga seperti itu ke orang lain. Intinya, mari kita hargai segala keputusan orang lain. Asal itu keputusan yang positif dan tidak merugikan orang lain, mari kita dukung.

Follow This Blog!